urbanvibe.id – Mahfud MD, pakar hukum tata negara, menyatakan bahwa pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka sulit dilakukan secara politik. Hal ini disebabkan oleh persyaratan ketat yang diperlukan agar pemakzulan bisa diproses di DPR.
Mahfud mengatakan, “Secara hukum memang ada alasan, tetapi dipersulit karena ada syarat-syarat yang berat.” Dia menambahkan bahwa perubahan situasi politik dapat mempermudah pelaksanaan pemakzulan.
Proses Pemakzulan dalam Konstitusi
Pemakzulan presiden atau wakil presiden di Indonesia harus mematuhi mekanisme konstitusional yang diatur dalam Pasal 7A UUD 1945. Proses ini dimulai dari sidang pleno di DPR yang dihadiri oleh dua per tiga anggota DPR.
Keputusan pemakzulan memerlukan persetujuan dua per tiga anggota yang hadir. Tuduhan harus terkait tindakan pengkhianatan negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat, atau perbuatan tercela.
Setelah persetujuan dari DPR, keputusan dibawa ke Mahkamah Konstitusi untuk menentukan ada atau tidaknya pelanggaran. Kemudian, proses dilanjutkan ke MPR untuk finalisasi dengan persetujuan dua per tiga anggota yang hadir.
Mahfud menjelaskan, “Perbuatan tercela itu ya sesuatu yang dapat merendahkan martabat.” Hal ini menunjukkan bahwa syarat untuk pemakzulan sangat ketat dan terperinci.
Dominasi Koalisi Indonesia Maju Plus
Dominasi Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus yang terdiri dari pendukung Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka memegang 470 kursi di DPR. PDI-P sebagai oposisi hanya memiliki 110 kursi.
Dengan dominasi ini, sulit untuk mendapatkan dukungan mayoritas mutlak yang diperlukan untuk pemakzulan. Hal ini terutama dalam situasi politik di mana satu kelompok memiliki dominasi yang signifikan.
Mahfud menyatakan, “Secara hukum, proses ini sulit, namun perubahan situasi politik dapat mempengaruhi kemudahan pelaksanaan pemakzulan.” Dominasi politik saat ini menjadi tantangan utama dalam proses ini.
Langkah Forum Purnawirawan Prajurit TNI
Forum Purnawirawan Prajurit TNI telah menyurati DPR dan MPR sebagai bentuk aspirasi konstitusional. Langkah ini dinilai Mahfud lebih baik daripada aksi provokatif via media sosial.
Surat forum tersebut ditandatangani oleh Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan, Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, dan Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto.
Mahfud menekankan pentingnya menanggapi tindakan tersebut secara positif dibandingkan dengan pendekatan tidak konstitusional. Surat itu memohon kepada MPR RI dan DPR RI untuk memproses pemakzulan.