urbanvibe.id – Kemiskinan di Indonesia menunjukkan perbedaan signifikan antara kawasan perkotaan dan pedesaan pada Maret 2025. Angka kemiskinan di perkotaan yang meningkat dari 6,66% menjadi 6,73%, berbanding terbalik dengan angka di pedesaan yang justru menurun dari 11,34% menjadi 11,03%.
Deputi Bidang Statistik Sosial Badan Pusat Statistik (BPS), Ateng Hartono, menjelaskan bahwa perbedaan ini disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi kedua wilayah tersebut. Meskipun jumlah penduduk miskin di pedesaan lebih tinggi, penurunan angka kemiskinan di desa memberikan gambaran positif dalam konteks pertanian dan akses pangan.
Kenaikan Kemiskinan di Perkotaan
Kemiskinan di perkotaan mengalami kenaikan yang cukup signifikan, dengan angka naik menjadi 6,73% pada Maret 2025. Hal ini terjadi karena peningkatan jumlah setengah pengangguran di kota yang bertambah sebanyak 0,46 juta jiwa dibandingkan dengan Agustus 2024.
Ateng Hartono mengungkapkan bahwa Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) laki-laki juga berkontribusi, meningkat dari 5,87% menjadi 6,06%. Kenaikan ini berpengaruh langsung pada angka kemiskinan di kota karena laki-laki menjadi ujung tombak perekonomian di wilayah tersebut.
Pengaruh Harga Pasar Terhadap Penduduk Kota
Salah satu faktor penyebab kemiskinan yang meningkat di perkotaan adalah kenaikan harga kebutuhan pokok, seperti cabai rawit, minyak goreng, dan bawang putih. Penduduk kota yang tidak memproduksi sendiri biasanya sangat bergantung pada harga pasar, sehingga fluktuasi harga ini dapat mengurangi daya beli mereka.
Ateng menjelaskan, ‘Penduduk kota identik tergantung dengan harga pasar karena penduduk kota kan umumnya tidak memproduksi sendiri sehingga kenaikan harga akan terpengaruh dengan daya beli terutama RT kelompok bawah ataupun miskin atau rentan miskin.’
Penurunan Kemiskinan di Pedesaan
Berbeda dengan perkotaan, jumlah persentase penduduk miskin di pedesaan menunjukkan penurunan yang positif, dari 11,34% menjadi 11,03%. Ateng mencatat bahwa penurunan ini berkaitan dengan meningkatnya nilai tukar petani, yang memungkinkan mereka untuk mendapatkan akses lebih baik terhadap pangan dan produksi lokal.
Ia menyatakan, ‘Desa memiliki akses ke pangan dan produksi lokal dapat mengamankan konsumsi.’ Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan kualitas pertanian dan akses ke sumber daya yang lebih baik membantu mengurangi angka kemiskinan di desa.