urbanvibe.id – Pakar telematika Roy Suryo mengungkapkan bahwa ijazah Presiden Joko Widodo (Jokowi) memiliki kemungkinan 99,9 persen untuk dianggap palsu. Penilaian ini berdasarkan analisis yang dilakukannya terhadap dua dokumen ijazah Jokowi yang diperoleh secara digital.
Dalam sebuah konferensi pers di Lobi Bareskrim Polri pada Rabu (9/7/2025), Roy membandingkan ijazah yang diunggah oleh Politikus PSI, Dian Sandi, dengan fotokopi ijazah yang ditunjukkan oleh Bareskrim Polri.
Hasil Analisis Ijazah
Roy Suryo menjelaskan hasil analisisnya menggunakan teknik error level analysis (ELA), yang menunjukkan adanya perbedaan signifikan antara ijazah yang dimiliki Jokowi dengan ijazah asli dari Universitas Gadjah Mada (UGM).
Sebagai alumni UGM, ia juga memeriksa ijazahnya sendiri untuk dibandingkan, menegaskan, ‘Kalaupun ELA itu full, itu masih akan tetap kelihatan ijazahnya,’ merujuk pada bekas dan logo di ijazahnya yang tetap jelas.
Ia menyoroti kerusakan pada ijazah Jokowi yang mengakibatkan logo dan foto tidak terlihat dengan jelas, serta menyatakan, ‘Ini masih ada bekas-bekasnya. Tulisan-tulisannya masih ada.’
Perbandingan Foto dan Identitas
Roy juga menerapkan teknologi Face Recognition untuk memeriksa kesesuaian foto Jokowi di ijazah dengan foto terbaru. Analisis menunjukkan bahwa terdapat ketidakcocokan antara keduanya.
‘Foto Joko Widodo yang ada di ijazah kemudian yang ada sekarang adalah not match. Tidak sama foto di ijazah. Tidak sama dengan aslinya sekarang,’ tegasnya.
Ia menambahkan bahwa analisis lebih mendalam akan segera dilakukan dengan melibatkan tiga ijazah bandingan dari TPUA yang diambil secara digital dan langsung dari UGM.
Tanggapan Bareskrim dan Agenda Gelar Perkara
Sebelumnya, Bareskrim Polri telah merencanakan gelar perkara khusus untuk menindaklanjuti permasalahan ini. Namun, permintaan dari TPUA untuk melibatkan lebih banyak pihak mengakibatkan penjadwalan ulang.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko, menjelaskan bahwa penundaan ini dilakukan untuk menunggu kejelasan terkait pihak-pihak yang ingin dilibatkan.
‘TPUA mengajukan permohonan agar nama-nama tertentu dapat dilibatkan dalam gelar perkara dan meminta penjadwalan ulang,’ jelasnya kepada wartawan.