urbanvibe.id – Dalam masyarakat yang seringkali mendorong kita untuk selalu terlihat bahagia, muncul fenomena yang dikenal sebagai toxic positivity. Istilah ini menggambarkan sikap positif yang berlebihan dan dapat berimbas negatif bagi kesehatan mental seseorang.
Berpura-pura bahagia saat merasa sedih atau tertekan menimbulkan perasaan terasing dan tidak dipahami. Banyak yang merasakan hal ini, namun tidak semua menyadari bahwa ini adalah persoalan yang perlu ditangani.
Apa Itu Toxic Positivity?
Toxic positivity adalah sikap yang sering dijumpai dalam media sosial dan interaksi sehari-hari. Ini terjadi ketika seseorang berupaya menutupi atau mengesampingkan emosi negatif dengan berpijak pada pandangan positif yang ekstrem.
Misalnya, ketika seseorang mengalami kegagalan, mereka mungkin menerima komentar seperti ‘tetap semangat!’ atau ‘semua ini akan berlalu!’. Meski niatnya baik, komentar tersebut sering kali mengabaikan perasaan sebenarnya dari individu yang bersangkutan.
Sikap ini tidak hanya menekan emosi negatif tetapi juga dapat menciptakan rasa bersalah bagi individu yang merasa tidak mampu mengatasi kondisi emosional mereka. Akibatnya, mereka lebih memilih untuk menyembunyikan perasaan yang sebenarnya dan berpura-pura bahagia.
Dampak Negatif Toxic Positivity
Dampak dari toxic positivity bisa sangat merugikan. Ketika seseorang merasa terpaksa untuk selalu positif, mereka mungkin mengalami stres yang lebih besar karena tidak ada ruang untuk mengekspresikan perasaan mereka dengan jujur.
Dalam jangka panjang, hal ini dapat menyebabkan masalah kesehatan mental seperti depresi atau kecemasan. Mengabaikan emosi negatif bukanlah solusi; justru, merangkul perasaan tersebut dan membicarakannya dengan orang terdekat adalah langkah yang lebih sehat.
Selain itu, toxic positivity juga dapat merusak hubungan sosial. Ketika seseorang merasa tidak bisa berbagi perasaan sebenarnya, hal ini menciptakan jarak emosional antara mereka dan orang-orang di sekitar mereka.
Menghadapi Toxic Positivity
Menyadari keberadaan toxic positivity adalah langkah pertama yang penting. Ketika kita mulai memperhatikan sikap kita sendiri atau orang lain dalam menanggapi emosi negatif, kita bisa mulai mengubah pola pikir tersebut.
Salah satu cara yang dapat membantu adalah dengan mendorong terbukanya komunikasi. Ruang aman di mana seseorang bisa merasa nyaman untuk mengungkapkan perasaan mereka, termasuk kesedihan dan kekecewaan, memungkinkan mereka untuk lebih terbuka dan jujur.
Penting juga untuk menjadi pendengar yang baik. Memberikan dukungan emosional tanpa menghakimi dan menerima bahwa semua orang berhak merasakan berbagai macam emosi, baik positif maupun negatif, adalah langkah yang bijak.