urbanvibe.id – Korea Selatan resmi memulai langkah signifikan dengan mencopot speaker propaganda di perbatasan dengan Korea Utara. Tindakan ini merupakan bagian dari upaya baru pemerintahan Korsel untuk meredakan ketegangan yang sudah berlangsung lama antara kedua negara.
Setelah pemilihan Presiden Lee Jae Myung pada awal Juni 2025, kedua Korea menghentikan siaran propaganda yang kerap mengganggu di area demiliterisasi, menandakan adanya perubahan arah dalam hubungan diplomatik.
Langkah Diplomatik Menuju Perbaikan Hubungan
Keputusan untuk menghapus speaker propaganda ini diumumkan oleh juru bicara Kementerian Pertahanan Korsel, Lee Kyung Ho, pada Senin (4/8/2025). Dia menjelaskan, ‘Mulai hari ini, militer telah mulai mencopot pengeras suara,’ menegaskan bahwa langkah ini adalah upaya untuk meredakan ketegangan dengan Korut.
Militer Korsel menginformasikan bahwa semua pengeras suara yang berada di sepanjang perbatasan direncanakan untuk dibongkar pada akhir minggu ini. Namun, jumlah pasti pengeras suara yang dicopot tidak diumumkan kepada publik.
Konteks di Balik Penghentian Siaran Propaganda
Siaran propaganda oleh Korsel di perbatasan telah ada sejak tahun lalu sebagai respons terhadap balon-balon berisi sampah yang diterbangkan oleh Korut ke wilayah mereka. Tindakan ini berperan dalam meningkatkan ketegangan, mengingat kedua negara secara teknis masih dalam keadaan perang.
Pyongyang juga sebelumnya telah menghentikan siaran suara yang mengganggu, yang merupakan langkah positif di tengah ketegangan yang ada. Hal ini menunjukkan adanya ketertarikan dari kedua pihak untuk mengurangi ketegangan yang sudah terbentuk.
Tanggapan Korut terhadap Upaya Diplomatik Korsel
Di tengah upaya Korsel untuk meredakan ketegangan, Korea Utara melalui Kim Yo Jong, adik pemimpin Kim Jong Un, menolak tawaran dialog dari Seoul. Kim Yo Jong menegaskan, ‘Jika ROK (Republik Korea)… berharap dapat membalikkan semua hasil yang telah dicapainya hanya dengan beberapa kata sentimental, tidak ada kesalahan perhitungan yang lebih serius daripada itu.’
Sementara itu, Presiden Lee Jae Myung menyatakan komitmennya untuk membuka kembali jalur perundingan tanpa prasyarat, mengusahakan perbaikan hubungan yang telah memburuk selama pemerintahan sebelumnya.