urbanvibe.id – Investasi senilai puluhan triliun di Jepara, Jawa Tengah, terpaksa dibatalkan setelah Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa haram terkait pendirian peternakan babi.
Keputusan ini menegaskan bahwa nilai-nilai religius harus dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan investasi di daerah dengan mayoritas penduduk Muslim.
Latar Belakang Kegagalan Investasi
Nilai investasi untuk peternakan babi di Jepara diperkirakan mencapai Rp 30 triliun. Bupati Jepara Witiarso Utomo menegaskan bahwa investor harus memenuhi syarat ketat, termasuk mendapatkan fatwa MUI dan persetujuan dari tokoh agama lokal.
“Investornya menyampaikan bahwa peternakan ini akan mengimpor indukan babi, lalu dibesarkan di Jepara dengan kapasitas 2–3 juta ekor per tahun untuk diekspor. Retribusi untuk Pemkab mencapai Rp 300 ribu per ekor dan juga CSR,” kata Wiwit dalam pernyataan resminya.
Meskipun ada potensi keuntungan yang besar, Bupati Witiarso menekankan bahwa prinsip religius masyarakat tetap menjadi pertimbangan utama pemerintah daerah. “Jepara adalah daerah yang religius. Kami lebih memilih mendengarkan petuah dan fatwa para kiai agar setiap keputusan tidak melukai nilai-nilai religius masyarakat,” tambahnya.
Fatwa Haram MUI dan Reaksi Masyarakat
Fatwa haram tersebut dikeluarkan oleh MUI Jateng dengan nomor Kep.FW.01/DP-P.XII/SK/VIII/2025. Dalam sidang pada 1 Agustus 2025, MUI mencatat adanya penolakan dari masyarakat yang dijelaskan oleh Ketua MUI Jateng, Ahmad Darodji.
“Siapa yang bisa menjamin anak-anak kita tidak akan mencoba atau terbujuk masuk ke sana,” ungkap Darodji menanggapi dampak sosial dari peternakan babi.
Fatwa itu tidak hanya melarang peternakan, tetapi juga semua bentuk keterlibatan dalam kegiatan yang berkaitan dengan babi. “Mereka yang membantu hukumnya haram. Mereka yang bekerja di sana hukumnya haram,” tambahnya.
Kepedulian terhadap Dampak Sosial
Ketua Fraksi PPP DPRD Jateng, Muhamad Naryoko, mengungkapkan kekhawatiran akan kegaduhan sosial akibat pendirian peternakan babi. Dia menyatakan bahwa ini adalah isu yang sangat sensitif bagi masyarakat dengan mayoritas penduduk Muslim.
“Ini bukan hanya soal ekonomi atau investasi, tapi menyangkut sensitivitas agama, sosial, dan budaya masyarakat Jepara yang mayoritas Muslim,” tegas Naryoko.
Merespons situasi ini, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah berencana mencari solusi terbaik bagi investor. Taj Yasin menyampaikan, “Sebenarnya ini juga bentuk investasi buat kami karena bisa memberikan pendapatan, tetapi yang lebih utama adalah bagaimana kondusivitas di lingkungan tersebut.”