Kebijakan Satu Harga Elpiji 3kg Mulai 2026: Upaya Mengurangi Penyelewengan Subsidi

Kebijakan Satu Harga Elpiji 3kg Mulai 2026: Upaya Mengurangi Penyelewengan Subsidi

urbanvibe.id – Pemerintah Indonesia merencanakan penerapan kebijakan satu harga untuk elpiji 3 kilogram (kg) pada tahun 2026. Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi penyelewengan subsidi dan menyediakan harga yang lebih konsisten di seluruh daerah.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa variasi harga yang signifikan di tingkat konsumen menjadikan kebutuhan ini mendesak, karena harga sering kali jauh melebihi harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan.

Pengantar Kebijakan Satu Harga

Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, menjelaskan bahwa harga eceran tertinggi (HET) elpiji subsidi ditentukan oleh pemerintah daerah, menyebabkan ragam harga yang signifikan. Dalam beberapa kasus, harga dapat melampaui Rp 50.000 per tabung, padahal HET seharusnya berkisar antara Rp 16.000 hingga Rp 19.000.

Dalam suatu rapat dengan Komisi VII DPR RI di Jakarta, Bahlil menyatakan, ‘Ada kemungkinan nanti kita dalam pembahasan Perpres (terkait elpiji 3 kg), kita tentukan saja satu harga supaya jangan ada gerakan tambahan di bawah.’ Langkah ini diharapkan dapat mengurangi praktik penipuan yang terkait dengan penyaluran subsidi.

Implementasi Kebijakan dan Dampaknya

Untuk mendukung implementasi kebijakan satu harga, pemerintah berencana merevisi dua regulasi penting, yaitu Perpres Nomor 104 Tahun 2007 dan Perpres Nomor 38 Tahun 2019. Kementerian Keuangan juga menjamin bahwa meskipun subsidi akan dipangkas dari Rp 87 triliun menjadi Rp 68,7 triliun untuk tahun 2025, kondisi kas negara tetap aman.

Direktur Jenderal Anggaran di Kementerian Keuangan, Luky Alfirman, menegaskan, ‘Masih akan dibicarakan, tapi kita dukung kok. Kas negara aman dong.’ Meskipun adanya pemotongan anggaran subsidi, pembayaran subsidi akan disesuaikan berdasarkan kebutuhan riil di lapangan.

Ketergantungan Impor dan Tantangan yang Dihadapi

Kebijakan satu harga juga bertujuan untuk mengatasi ketergantungan Indonesia pada impor elpiji, yang masih mencapai sekitar 7 juta ton per tahun. Produksi dalam negeri hanya mampu memenuhi sekitar 1,2 juta hingga 1,3 juta ton per tahun, sementara kebutuhan nasional melebihi 8 juta ton.

BACA JUGA:  Vonis Penjara untuk Hasto Kristiyanto dalam Kasus Suap

Bahlil mengkritik praktik penjual yang terlalu tinggi dan menyatakan, ‘Kalau harganya dinaikkan terus, antara harapan negara dengan apa yang terjadi tidak sinkron.’ Kementerian ESDM memperkirakan bahwa volume elpiji subsidi pada tahun 2025 akan mencapai 8,36 juta Mton, melebihi target yang disusun dalam APBN sebesar 8,23 juta Mton.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *