urbanvibe.id – Pemerintah berencana untuk mengatur rumah subsidi dengan ukuran bangunan 18 meter persegi di atas lahan 25 meter persegi. Ini menuai beragam tanggapan terkait kebutuhan hunian generasi muda dan standar kelayakan.
Direktur Jenderal Perumahan Perkotaan menyatakan kebijakan ini masih dalam tahap opsi awal untuk metropolitan dan aglomerasinya. Rencana ini bertujuan memenuhi kebutuhan masyarakat muda yang ingin rumah dekat tempat kerja.
Rencana Kebijakan dan Pendapat Pemerintah
Direktur Jenderal Perumahan Perkotaan Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman, Sri Haryati, menyatakan bahwa rencana rumah subsidi ini masih dalam tahap opsi awal. Rencana ini fokus pada metropolitan dan aglomerasinya di Jabodetabek untuk memenuhi kebutuhan masyarakat muda yang ingin rumah dekat dengan tempat kerja.
Sri menekankan bahwa rencana ini memerlukan kajian mendalam sebelum dapat dijadikan regulasi. “Kita tidak bisa gegabah, banyak regulasi yang harus dipertimbangkan,” ujarnya.
Rancangan rumah subsidi 18 meter persegi ini tetap mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-X/2012, yang membuka ruang desain rumah subsidi lebih terjangkau. Ini dinilai sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat berpenghasilan rendah di tengah keterbatasan lahan.
Pandangan Berbeda dari BP Tapera
Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) berpendapat bahwa luas lahan minimal sebaiknya tetap 30 meter persegi. Menurut Komisioner BP Tapera, Heru Pudyo Nugroho, hal ini agar sejalan dengan ketentuan dalam PP 12/2021 dan PMK 60/2023.
Heru berpendapat bahwa rumah tipe 18/30 sudah memenuhi standar teknis untuk masyarakat berpenghasilan rendah, khususnya yang belum berkeluarga. Tetapi, ia menekankan pentingnya mempertimbangkan kebutuhan ruang tambahan di masa depan.
Heru juga menyatakan bahwa skema rumah kecil di lokasi strategis adalah pilihan efektif untuk generasi muda yang ingin memiliki hunian pertama di kota.
Skema Rumah Minimalis dan Tantangan
Sri Haryati menambahkan bahwa skema rumah minimalis ini merupakan inovasi untuk memberikan alternatif kepada masyarakat berpenghasilan rendah. Dengan adanya opsi ini, masyarakat dapat memilih antara rumah subsidi standar di pinggiran atau rumah kecil di pusat kota.
Rencana ini juga diharapkan dapat mengurangi backlog kebutuhan rumah nasional yang kini mencapai 9,9 juta unit, kebanyakan di daerah perkotaan. Langkah ini bertujuan agar pemenuhan hunian layak dapat dilakukan secara adil, cepat, dan realistis.